Sejumlah negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan dilanda gelombang panas menyengat dalam sepekan terakhir. Suhu yang menyerang hampir mencapai 45 derajat celcius. Bahkan di Filipina, Thailand dan dari India hingga Bangladesh, badan badan cuaca memperingatkan bahwa suhu udara bisa menembus 40 derajat celcius dalam beberapa hari ke depan.
Terkait hal ini, Epidemiolog dan Peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman ungkap ada potensi wabah hingga pandemi di balik munculnya gelombang panas ini. Gelombang panas sendiri, kata Dicky merupakan dampak dari perubahan iklim. Perubahan iklim adalah fenomena kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Gelombang Panas Melanda, Epidemiolog Ingatkan Potensi Wabah Hingga Pandemi Epidemiolog Ungkap Mitigasi Hadapi Gelombang Panas Suhu Terasa Panas, Apakah Heat Wave Melanda Indonesia? Gelombang Panas Landa Sejumlah Negara Asia
VIDEO Menkes Imbau Masyarakat Waspada Soal Gelombang Panas yang Melanda Asia Tenggara dan Selatan Penyebab Suhu Panas di Medan Ternyata Bukan Gelombang Panas, BMKG Jelaskan Fenomena Suhu Panas Soal Gelombang Panas, Menkes Imbau Masyarakat Masyarakat Waspada
Penyebab Suhu Panas di Indonesia Ternyata Bukan karena Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG BMKG Ingatkan Potensi Hujan Ringan dan Lebat di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara hingga Pekan Depan Seperti emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana, dan nitrogen oksida.
Aktivitas seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industri pertanian menyumbang secara signifikan terhadap peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. Perubahan iklim juga dapat memengaruhi pola migrasi hewan vektor penyakit seperti nyamuk dan tikus. Ada berbagai penyakit wabah yang bisa terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor.
Termasuk perubahan iklim dan interaksi manusia dengan lingkungan. Beberapa contoh penyakit wabah yang mungkin muncul atau meningkat akibat perubahan iklim dan faktor faktor lainnya termasuk: Penyakit seperti malaria, demam berdarah, Zika, dan chikungunya ditularkan oleh vektor seperti nyamuk dan kutu.
Perubahan iklim dapat mempengaruhi distribusi geografis vektor dan meningkatkan kemungkinan penularan penyakit ini. Penyakit seperti Ebola, virus Nipah, dan virus influenza burung berasal dari hewan dan dapat ditularkan ke manusia. Perubahan lingkungan seperti deforestasi dan kehilangan habitat hewan liar dapat meningkatkan kontak manusia dengan hewan pembawa penyakit.
Polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti asma dan pneumonia. Peningkatan banjir dan kualitas air yang buruk dapat menyebabkan peningkatan penyakit yang ditularkan melalui air, seperti diare dan kolera. Risiko penyakit wabah atau penyakit menular baru yang disebabkan oleh virus atau bakteri baru selalu ada.
Lebih lanjut, Dicky ungkap ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan munculnya penyakit baru. Seperti perubahan iklim, urbanisasi, perubahan ekologi, dan globalisasi. Misalnya, perubahan iklim dapat mengubah habitat vektor penyakit dan memungkinkan penyebaran penyakit baru ke wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau.
"Oleh karena itu, pemantauan penyakit, surveilans, dan respons cepat sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengendalikan penyakit baru sebelum menjadi pandemi atau wabah yang parah," tutupnya Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.